SATE MARANGGI
Khas Purwakarta
Sate maranggi adalah makanan
kuliner khas Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Sate maranggi ini berbeda dengan
sate-sate pada umumnya, yang membedakan sate maranggi dengan sate lainnya yaitu
potongan dagingnya lebih kecil dan bumbunya yang benar-benar meresap. Sate
maranggi biasanya disajikan dengan sambal kecap atau sambal oncom yang pedas
dan dilengkapi dengan ketan bakar yaitu sebagai pengganti nasi atau nasi
timbel..
Resep sate maranggi
seperti bahan-bahan, dan cara membuatnya mulai dari sate dan bumbunya sebagai
berikut :
Ø Bahan-bahan
sate maranggi :
·
1
kg daging sapi, kambing, ataupun ayam yang empuk
·
½ ons ketumbar
·
Cuka
·
Garam
secukupnya
·
4
siung bawang merah
·
4
siung bawang putih
·
Daun
pepaya untuk membungkus sate maranggi
Ø Bahan-bahan
bumbu :
·
4
siung bawang merah
·
4
buah tomat
·
½ ons cabe rawit
·
½ ons cabe merah
·
Kecap
manis
·
3
buah jeruk limau
Ø Cara
membuat sate maranggi :
1.
Daging
sapi, kambing, atau ayam dipotong kecil-kecil atau sesuai selera.
2.
Tusukkan
ke lidi sate maranggi.
3.
Haluskan
bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan garam.
4.
Lumuri
sate maranggi kedalam bumbu.
5.
Bungkus
sate maranggi dengan daun pepaya dan kukus selama 30 menit.
6.
Bakar
sate maranggi hingga matang.
Ø Cara
membuat bumbu sate maranggi :
1.
Bawang
merah, tomat, cabe rawit, cabe merah di ulek kasar.
2.
Tambahkan
kecap manis dan air perasan jeruk limau.
Keberadaan sate maranggi sebagai
kuliner khas Kabupaten Purwakarta diklaim oleh dua wilayah yaitu Plered dan
Wanayasa. Sate maranggi di Wanayasa baru muncul pada tahun 1970-an. Saat itu, Mak Unah (demikian
beliau biasa dipanggil) menjualnya dengan cara berkeliling kampung di Wanayasa.
Saat berjualan kerap dilanda rasa khawatir karena saat itu daerah Wanayasa
masih dikelilingi hutan lebat dan masih banyak harimau yang berkeliaran, apalagi barang dagangannya adalah
mutlak daging yang sudah tentu menjadi santapan binatang buas tersebut. Nama sate maranggi juga belum dimunculkan.
Sang nenek biasa menyebut barang dagangannya dengan istilah sate panggang.
Sedangkan klaim bahwa sate maranggi berasal dari Wanayasa dikatakan oleh Mimin,
cucu langsung dari mak Uneh.
Melihat cerita yang diungkapkan
Mak Unah di atas, tampaknya harus dikaji ulang mengenai asal mula sate
maranggi. Alasan yang dapat diungkapkan bahwa sebelum tahun 1970 (seperti yang
dikatakan Mak Unah) di daerah Plered, seorang pedagang sate maranggi bernama
Mang Udeng yang memiliki nama asli Bustomi Sukmawirdja (65 tahun) telah memulai
usaha sate maranggi sejak tahun 1962. Pada tahun 1962 Mang Udeng mulai berjualan sate. Seperti kebanyakan pedagang sate
ketika itu, ia menjual sate sapi atau kerbau di sekitar Pasar Plered, Kecamatan
Plered, Kabupaten Purwakarta. Menurut
dia, nama Maranggi berarti rasa yang punya sari. Dia memberi nama Maranggi
Plered untuk dagangan satenya, sedangkan
menurut kamus bahasa Sunda, Maranggi artinya daging sapi yang
dipotong-potong dan ditusuk seperti sate kemudian di rebus.
Masyarakat Purwakarta
sering memakan sate maranggi pada saat-saat tertentu, seperti pada bulan
ramadhan, buka puasa bersama dengan keluarga ataupun teman tempat yang sering
dikunjungi pasti sate maranggi. Bukan hanya rasanya yang enak, dagingnya empuk,
dan
bau daging kambing atau
sapinya yang tak
tercium, sate maranggi pun harganya terjangkau, dengan Rp. 800,-
per tusuk, kita sudah bisa menikmatinya.
Pada acara-acara pernikahan atau khitanan pun sate maranggi sering disajikan
dan menjadi menu favorit.
Sate maranggi selain
terkesan alami, juga
menjanjikan masakan yang rendah kolesterol. Berbeda dengan sate-sate lain yang menggunakan bumbu kacang dan lontong. Teman santapan sate maranggi adalah
ketan bakar atau nasi timbel yang
dipotong kotak seukuran 5 x 5 cm ditambah dengan oncom sebagai cocolan. Saat ini sate maranggi sudah meluas, tidak
hanya di daerah Purwakarta saja adanya, tetapi dikota-kota lain pun ada,
seperti di Bandung, Bogor, dan lain-lain.